Sabtu, 12 November 2016

Tidak Berbakti Kepada Orang Tua

 
 
 

Kali Ini saya Akan Memposting Hdist Tentang Tidak Berbakti Kepada Orang Tua>>
 
Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib RA, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا
"Barangsiapa menasabkan kepada selain bapaknya, atau ke selain walinya, maka baginya laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia. Tidak diterima darinya ash-sharf -yang wajib- dan al 'adl -yang sunah-darinya."
[HR. Muslim (2/1147); lafazh tersebut darinya],  [HR. Bukhari (4/81)] dengan lafazh,
 
"Barangsiapa menjadikan wali pada suatu kaum tanpa izin dari para walinya, maka dia mendapat laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia. Tidak diterima ash-sharf-yang wajib- dan al 'adl -yang sunah-darinya."
[HR. Ahmad (4/186,178,239), Ibnu Majah (2/905), dan Ad-Darimi (2/244) dari Umar bin Kharjah]. [HR. Abu Daud (4/330) dari Anas]. [HR. Ahmad (5/367) dari Abu Umamah]. [HR. Ath-Thabrani dari Ibnu Mas'ud, Mazma Az-Zawaid 3/15]. [HR. Ahmad (1/318, 328), Ibnu Majah (2/870), dan Ad-Darimi (2/344) dari Ibnu Abbas]. [HR. Muslim (4/1146) dari Abu Hurairah] tanpa menyebutkan: "Barangsiapa menasabkan kepada selain bapaknya. " [HR. Ath-Thabrani dari Amru bin Auf] dengan lafazh, "Barangsiapa menjadikan wali selain dari walinya, maka dia mendapat laknat Allah dan murka-Nya di hari Kiamat. Tidak diterima ash-sharf-yang wajib- dan al 'adl -yang sunah- darinya. "
 
Sanad Hadits Versi Imam Muslim
Menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, Al A'masy, Ibrahim At-Taimi, dari bapaknya, ia berkata, "Ali bin Abu Thalib berkhutbah: 'Barangsiapa menganggap bahwa kita mempunyai sesuatu selain kitab Allah dan Shahifah ini (dia berkata, dan shahifah terpasang di sarung pedangnya), maka dia telah berdusta. Didalamnya terdapat gigi-gigi unta dan beberapa goresan. Di dalamnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Madinah adalah tanah haram, antara gunung 'Eir dan gunung Tsur. Barangsiapa membuat bid'ah di dalamnya, atau melindungi pembuat dan pengikut bid'ah, maka atasnya laknat dari Allah, para malaikat, dan semua manusia, serta tidak diterima ash-sharf -yang wajib- dan al 'adl -yang sunah- darinya. Dzimmah kaum muslim adalah satu yang dengannya mereka berusaha menolong yang lebih rendah. Jadi barangsiapa menjadikan wali selain bapaknya atau selain walinya, maka dia mendapat laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia, serta tidak diterima ash-sharf-yang wajib- dan al 'adl -yang sunah- darinya."
Penjelasan hadits
Imam Nawawi (10/149) berkata, "Dalam hadits tersebut dengan jelas disebutkan diharamkannya seorang budak yang sudah merdeka untuk menjadikan wali kepada selain walinya. Artinya: budak yang sudah merdeka tidak boleh mengambil wali dari orang yang memerdekakannya; haram karena telah melupakan hak yang memberikan kemerdekaan atasnya, dan karena menjadikan wali sama seperti nasab, sehingga dia tidak boleh dihilangkan begitu saja, seperti diharamkannya menghilangkan nasab dan diharamkannya menasabkan seseorang yang bukan bapaknya.
Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Barangsiapa menjadikan wali kepada suatu kaum tanpa seizin walinya." dijadikan dalil —oleh suatu kaum—dibolehkannya menjadikan orang lain sebagai wali dengan seizin walinya.
Pendapat yang benar adalah pendapat jumhur, yaitu hukumnya tidak boleh (meskipun seizin walinya), seperti tidak dibolehkannya mengambil nasab yang bukan bapaknya, meskipun seizin bapaknya.
Mereka membawa at-taqyid -yaitu kata tanpa seizin— dalam hadits kepada kebanyakan yang terjadi di masyarakat, yaitu pengambilan sebagai wali yang tidak pernah seizin walinya. Hadits tersebut tidak boleh dipahami dengan pemahaman lain kemudian dijadikan sandaran hukum. Hal seperti itu banyak dicontohkan dalam Al Qur'an, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta 'ala, "Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yamg perempuan; ibu-ibumu yang menyusukan kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu; dari istri yang telah kamu campuri, tetapijika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagiMaha Penyayang. " (Qs. An-Nisaa'(4): 23)
Firman Allah, "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka danjuga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. " (Qs. Al Israa' (17): 31)
Masih banyak ayat-ayat semisal yang diberi at-taqyid bil ghalib -ikatan dengan mayoritas- yang terjadi, bukan berarti dapat dipahami lain (mafhum mukhalafah) sehingga dapat dijadikan sandaran hukum.




 TRima Kasih ^_^

 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar